Monday, May 4, 2015

Low Cost Carrier (LCC)

Saya adalah pelanggan AirAsia yang menggunakan jasa penerbangan itu dengan tujuan Jakarta-Surabaya dan sebaliknya sejak 2010 silam. Jujur saja saya sangat prihatin dengan kenaikan harga tiket untuk semua maskapai dengan awal kambing hitam peristiwa kecelakaan Air Asia QZ8501 (28/12/2014) yang berujung pada LCC.Kebijakan Jonan tentang pembatasan tarif bawah maskapai penerbangan seakan-akan mengatakan bahwa kecelakaan yang menimpa Air Asia disebabkan karena harga tiket yang murah. Jika anda tidak bisa memahami suatu hal, bukan berarti hal tersebut tidak masuk akal. Sekarang coba simak penjelasan mengenai hal ini.


Apa Itu LCC (Low Cost Carrier )?

LCC adalah redifinisi bisnis penerbangan dengan prinsip low cost untuk menekanoperational cost sehingga bisa menjaring semua segmen pasar dengan layanan minimalis.  Namun tidak membuat airlines yang menerapkan LCC menjadi murahan dan lemah pada segi keselamatan (safety)LCC sering juga disebut sebagai Budget Airlines atau no frills flight atau juga Discounter Carrier.


Sejarah Singkat Low Cost Carrier

Low Cost Carrier ini dirintis oleh maskapai Southwest yang didirikan Rollin King, Lamar Muse dan Herber Kelleher pada 1967. Fenomena ini menjadi kajian bisnis penerbangan yang sangat menarik dibahas di universitas Harvard dan diberbagai sekolah bisnis diseluruh belahan dunia. Efisiensi yang dilakukan mencakup harga murah, teknologi, struktur biaya, rute hingga berbagai peralatan operasional yang digunakan. 

Keberhasilan Southwest kemudian banyak ditiru oleh maskapai lain di seluruh dunia termasuk Indonesia.


Beberapa Gambaran Spesifik  LCC

Bagaimana AirAsia bisa disebut LCC airlines? … baiklah berikut ini beberapa hal spesifik yang bisa menjelaskan seperti apa LCC.

Saat last flight dari Jakarta-Surabaya, maskapai akan mengistirahatkan awak pesawatnya dengan menginap di hotel. Itu tentu saja butuh biaya, biaya hotel, transportasi, makan, uang saku, dsb. Maskapai yang menerapkan LCC meniadakan fasilitas itu, mereka membuat jadwal operasional penerbangan sedemikian rupa sehingga awak pesawat yang bertugas pada last flight bisa kembali ke kota asal mereka, ke rumah masing-masing, tidak perlu biaya hotel untuk beristirahat saat menanti tugas selanjutnya. Hal tersebut bisa diwujudkan dengan strategi lain, misalnya maskapai yang bersangkutan menyediakan mess bagi awak pesawat sebagai pengganti hotel. Adakalanya awak pesawat melakukan multi role dalam pekerjaannya, misalnya (pilot dan flight attendant) merangkap sebagai cleaning service saat ground handling. Menerapkan outsourching dan karyawan kontrak terhadap SDM non vital. Rute yang  sangat sederhana biasanya point to point untuk menghindari missed connection di tempat transit. Mengeleminasi value added berupa catering (hanya diberi air mineral), koran atau majalah, in flight entertainment, in flight shop, lounge, free cab after landing, exclusive frequent flier services, dsb. Maskapai menerapkan pola tarif yang sangat sederhana pada satu tarif atau tarif sub classis dengan harga diskon hingga 90%. Sistem penjualan tiket langsung (direct sales) dengan cara online 90% dan konvensional (di tempat) 10% untuk mereduksi ongkos cetak tiket. Hanya tersedia kelas ekonomi, tidak ada kelas premium atau bisnis. Kapasitas penumpang lebih besar namun sesuai dengan jumlah kursi yang tersedia. Hal ini untuk menaikkan revenue maskapai mengingat tarif yang sangat murah. Mereka mengatur hal seperti ini dengan baik dan rapi agar bisa memangkas banyak biaya operasional. Salah besar jika ada yang berpendapat, LCC lebih mengutamakan keuntungan daripada keselamatan. Tidak ada yang bisa dipangkas dari segi keselamatan (safety), kecuali ada maskapai yang “nakal”.


Penjualan Tiket Dengan Konsep “Apa Yang Dibutuhkan Konsumen”

Anda hanya membawa tas ransel, maka tidak perlu membayar bagasi 20kg, apalagi 40kg (tapi rata-rata maskapai penerbangan sekarang mengharuskan kita membayar biaya bagasi minimum, meskipun tidak ada keperluan menggunakan bagasi) Apakah anda ingin masuk pesawat paling dulu dan duduk di kursi paling depan (hot seat)? Jika iya, maka silahkan tambah biayanya. Mau makan? Juga tambah lagi biayanya. Silahkan saja hitung total semuanya, jatuhnya tidak akan beda dengan maskapai lain. Tapi dengan adanya pilihan seperti ini, penumpang bisa terbang lebih ekonomis dengan opsi yang sesuai dengan kebutuhan.


Tiket Promo

Apa ada maskapai penerbangan yang menjual tiket Rp.50.000 bahkan Rp.0? Tidak masuk akal ah? Kalau murah berarti jangan berharap selamat gitu yah?
Itu masuk akal, Citilink pernah menjual tiket promo seharga Rp. 50.000, sekaligus pengenalan pesawat baru mereka Airbus A320.
Nah, LCC juga khas dengan promo harga. Bagaimana bisa? Begini … Misalkan pesawat itu berkapasitas 100 kursi. Maka, mau isi pesawat itu 10 orang atau 100 orang penuh, tetap saja sama biaya operasionalnya bagi maskapai. Jadi, mereka peduli dengan occupancy rate alias prosentase keterisian tiap unit pesawat (bukan seperti angkot, minibus atau bus antar kota, dsb. yang suka menjejalkan penumpang meskipun kapasitas penumpang sudah melebihi semestinya). Mereka riset, dan tahu, oh, occupancy rate kita ini di 90% saja. Ada sisa 10% yang selalu kosong. Maka, digelarlah promo harga, misalnya …
“Jika anda membeli tiket untuk tahun depan saat ini, kami akan berikan harga promo mulai dari Rp. 15.000 hingga Rp.0. Berlaku hanya untuk 3 yang tercepat”.
Karena toh, promo atau tidak rata-rata memang 90% terisi, sekalian saja promo, sekaligus bikin senang calon penumpang. Bagi maskapai itu adalah trik yang paling sederhana. Tidak merugikan mereka. Toh 10% kursi itu rata-rata memang akan tersedia alias kosong. Kecuali di masa-masa sibuk (peak season), tidak akan ada promo, bahkan harga tiketnya bisa lebih mahal dibanding maskapai nasional Garuda Indonesia.


Kelemahan Dibalik Kelebihan LCC

Benarkah LCC menjamin safety konsumen? Jika maskapainya “nakal” dan turut memangkas sisi safety bagaimana? …

Ya, itu bisa saja terjadi, berikut ini pemaparannya …

Di workshop penerbangan yang bersertifikat AMO145. Berapakah harga repair atau perbaikan per-komponen pesawat terbang? …

Workshop pesawat yang bersertifikat AMO145 di indonesia yang tergabung dalamIAMSA (Indonesia Aircraft Maintenance Services Association) misalnya, mereka sering mengeluh tentang harga perbaikan yang sangat murah sesuai kemauan dari maskapai penerbangan. Kita bandingkan dengan Malaysia, misal untuk perbaikan satu unit ACM (Air Cycle Machine) untuk CN235 di dikenakan harga hampir 30-40% dari harga baru. Harga ACM berkisar $110.000-$130.000 atau mendekati 1.5 milyar rupiah. Sementara ongkos repair di workshop perbaikan di Indonesia berkisar antara 150juta-300juta per unit. Workshop biasanya banting harga murah karena pasar menuntut begitu. Kalau kita bertahan di harga tinggi sudah pasti tidak akan dapat order.

Bagaimana sebuah ACM yang spare part aslinya bisa mencapai harga $38.000 hanya di repair seharga $10.000-$25.000 saja?

Regulasi DGCA (Directorate General of Civil Aviation) Direktorat Jenderal Perhubungan Udara) sebagai badan yang berwenang mengawasi pun tidak bisa berbuat banyak menyangkut hal ini. Biasanya kapabilitas sebuah workshop yang berjumlah puluhan di random check 3-5 item saja. Workshop pun tak berdaya mengikuti prosedur karena harga peralatan yang begitu tinggi. Proses perijinan baru AMO145 saja bisa mencapai 100juta, dan perpanjangannya bisa mencapai 30 jutaan. Itu belum termasuk testbench dan alat kelengkapan untuk perbaikan harganya bisa mencapai milyaran kalau mengikuti prosedur. Component maintenance manual di tuntut untuk update setiap tahun demi menjaga safety dan masih banyak hal lain yang menjadikan harga maintenance pesawat begitu tinggi.

Mungkin kelemahan dibalik LCC itulah yang menjadi dasar Jonan menaikkan tarif. Siapa yg patut di salahkan jika kejadiannya seperti itu?…
Apakah DGCA sebagai badan pemerintah? apakah worshop perbaikan? apakah maskapai yang inginnya repair serba murah? jika dikaji lebih dalam, semua pasti saling berkaitan. Apakah dengan menaikkan tarif bisa menjamin keselamatan(safety)?
Jika DGCA terlalu ketat, maka akan banyak perusahaan perbaikan akan tidak dapat sertifikat dan yang sudah ada bisa bangkrut, dan jika bangkrut tentu banyak maskapai kesulitan mencari tempat repair yang harganya kompetitif.

Maskapai dengan harga murah jangan diidentikkan dengan safety murahan. Harga promo jangan diidentikkan dengan keselamatan adalah nomor dua.

Semoga bermanfaat, mohon maaf apabila masih ada kekurangan.

Saturday, March 28, 2015

F-16 Fighting Falcon

Sejarah

Pada tahun 1960-an, Angkatan Udara dan Angkatan Laut Amerika Serikat menyimpulkan bahwa masa depan pertempuran udara akan ditentukan oleh peluru kendali yang semakin modern. Dan bahwa pesawat tempur masa depan akan digunakan untuk mengejaran jarak jauh, berkecepatan tinggi, dan menggunakan sistem radar yang sangat kuat untuk mendeteksi musuh dari kejauhan. Ini membuat desain pesawat tempur masa ini lebih seperti interseptor daripada pesawat tempur klasik. Pada saat itu, Amerika Serikat menganggap pesawat F-111 (yang pada saat itu masih dalam tahap pengembangan) dan F-4 Phantom akan cukup untuk kebutuhan pesawat tempur jarak jauh dan menengah, dan didukung oleh pesawat jarak dekat bermesin tunggal seperti F-100 Super Sabre, F-104 Starfighter, dan F-8 Crusader.

Pada Perang Vietnam, Amerika Serikat menyadari bahwa masih banyak kelemahan pada pesawat-pesawat mereka. Peluru kendali udara ke udara pada masa itu masih memiliki banyak masalah, dan pemakaiannya juga dibatasi oleh aturan-aturan tertentu. Selain itu, pertempuran di udara lebih banyak berbentuk pertempuran jarak dekat dimana kelincahan di udara dan senjata jarak dekat sangat diperlukan.

Kolonel John Boyd mengembangkan teori tentang perawatan energi pada pertempuran pesawat tempur, yang bergantung pada sayap yang besar untuk bisa melakukan manuver udara yang baik. Sayap yang lebih besar akan menghasilkan gesekan yang lebih besar saat terbang, dan biasanya menghasilkan jarak jangkau yang lebih sedikit dan kecepatan maksimum yang lebih kecil. Boyd menganggap pengorbanan jarak dan kecepatan perlu untuk menghasilkan pesawat yang bisa bermanuver dengan baik. Pada saat yang sama, pengembangan F-111 menemui banyak masalah, yang mengakibatkan pembatalannya, dan munculnya desain baru, yaitu F-14 Tomcat. Dorongan Boyd tentang pentingnya pesawat yang lincah, gagalnya program F-111, dan munculnya informasi tentang MiG-25 yang saat itu kemampuan dibesar-besarkan membuat Angkatan Udara Amerika Serikat memulai perancangan pesawat mereka sendiri, yang akhirnya menghasilkan F-15 Eagle.

Pada saat pengembangannya, F-15 berevolusi menjadi besar dan berat seperti F-111. Ini membuat Boyd frustrasi dan ia pun meyakinkan beberapa petinggi Angkatan Udara lain bahwa F-15 membutuhkan dukungan dari pesawat tempur yang lebih ringan. Grup petinggi Angkatan Udara ini menyebut diri mereka "
fighter mafia", dan mereka bersikeras akan dibutuhkannya program Pesawat Tempur Ringan (Light Weight Fighter, LWF).

Pada Mei 1971, Kongres Amerika Serikat mengeluarkan laporan yang mengkritik tajam program F-14 dan F-15. Kongres mengiyakan pendanaan untuk program LWF sebesar US$50 juta, dengan tambahan $12 juta pada tahun berikutnya. Beberapa perusahaan memberikan proposal, tetapi hanya General Dynamics dan 
Northrop yang sebelumnya sudah memulai perancangan dipilih untuk memproduksi prototip. Pesawat mereka mulai diuji pada tahun 1974. Program LWF awalnya merupakan program evaluasi tanpa direncanakan pembelian versi produksinya, tetapi akhirnya program ini diubah namanya menjadi Air Combat Fighter, dan Angkatan Udara AS mengumumkan rencana untuk membeli 650 produk ACF. Pada tanggal 13 Januari 1975 diumumkan bahwa YF-16 General Dynamics mengalahkan saingannya, YF-17.

Varian F-16

Varian F-16 ditandai oleh nomer blok yang menandakan pembaruan yang signifikan. Blok ini mencakup versi kursi tunggal dan kursi ganda. Setiap blok memiliki berbagai perangkat lunak (software), perangkat keras (hardware), sistem, kompatibilitas senjata dan perangkat struktural dan dapat disesuaikan untuk negara penggunanya.


F-16 A/B

F-16 A/B awalnya dilengkapi Westinghouse AN/APG-66 Pulse-doppler radarPratt & Whitney F100-PW-200 turbofan, dengan 14.670 lbf (64.9 kN), 23.830 lbf (106,0 kN) dengan afterburner. Angkatan Udara AS membeli 674 F-16A dan 121 F-16B, pengiriman selesai pada Maret 1985.

Blok 1
Blok awal (Blok 1/5/10) memiliki relatif sedikit perbedaan. Sebagian besar diperbarui menjadi Blok 10 pada awal 1980-an. Ada 94 Blok 1, 197 Blok 5, dan 312 Blok 10 yang diproduksi. Blok 1 model awal produksi dengan hidung dicat hitam.

Blok 5
Diketahui kemudian bahwa hidung hitam menjadi identifikasi visual jarak jauh untuk pesawat Blok 1, sehingga warnanya diubah menjadi abu-abu untuk Blok 5 ini. Pada F-16 Blok 1, ditemukan bahwa air hujan dapat berkumpul pada beberapa titik di badan pesawat, sehingga untuk Blok 5 dibuat lubang saluran air.

Blok 10
Pada akhir 1970-an, Uni Soviet secara signifikan mengurangi ekspor titanium, sehingga produsen F-16 mulai menggunakan alumunium. Metode baru pun dilakukan: aluminum disekrup ke permukaan pesawat Blok 10, menggantikan cara pengeleman pada pesawat sebelumnya.

Blok 15
Perubahan besar pertama F-16, pesawat Blok 15 ditambahkan stabiliser horizontal yang lebih besar, ditambah dua hardpoint di bagian dagu, radar AN/APG-66 yang lebih baru, dan menambah kapasitas hardpoint bawah sayap. F-16 diberikan radio UHF Have Quick II. Blok 15 adalah varian F-16 yang paling banyak diproduksi, yaitu 983 buah. Produksi terakhir dikirim pada tahun 1996 ke Thailand. Indonesia memiliki varian ini sebanyak 12 unit.

Blok 15 OCU
Mulai tahun 1987 pesawat Blok dikirim ke dengan memenuhi standar Operational Capability Upgrade (OCU), yang mencakup mesin F100-PW-220 turbofans dengan kontrol digital, kemamampuan menembakkan AGM-65, AMRAAM, dan AGM-119 Penguin, serta pembaruan pada kokpit, komputer, dan jalur data. Berat maksimum lepas landasnya bertambah menjadi 17.000 kg. 214 pesawat menerima pembaruan ini, ditambah dengan beberapa pesawat Blok 10.

Blok 20
150 Blok 15 OCU untuk Taiwan dengan tambahan kemampuan yang serupa dengan F-16 C/D Blok 50/52: menembakkan AGM-45 Shrike, AGM-84 Harpoon, AGM-88 HARM, dan bisa membawa LANTIRN. Komputer pada Blok 20 diperbarui secara signifikan, dengan kecepatan proses 740 kali lipat, dan memori 180 kali lipat dari Blok 15 OCU


Blok 50/52 
    adalah delapan blok modifikasi utama dari F-16. Pengembangan teknologi dilanjutkan untuk meningkatkan kapabilitas. Kebanyakan perbaikan mengacu dari pengalaman tempur.
    • mesin Lebih kuat
    • menampilkan warna kokpit

    Blok 50/52 perbaikan meliputi:
    • Perlengkapan perang elektronik
    • Sensor dan persenjataan

Blok 60
    Blok 60 F-16 membawa sejumlah sistem baru yang menjaga tempur di tepi terkemuka teknologi dan memberikan kemampuan yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan pertahanan modern.

    Beberapa upgrade sistem meliputi:
    • Tangki bahan bakar konformal baru untuk memperluas jangkauan terbang pesawat secara signifikan
    • Kontrol penerbangan baru yang lebih canggih dan kemampuan deteksi radar yang lebih baik.
    • Avionik baru untuk memberikan data sensor lebih banyak kepada pilot untuk meningkatkan kewaspadaan

F-16N dan TF-16N 
    US Navy mengumumkan pada bulan Januari 1985, bahwa mereka telah memilih F-16 untuk kebutuhan dissimilar air combat training (DACT). F-16 yang digunakan sebagai pesawat musuh, meniru kemampuan dan taktik pesawat Soviet. Sebanyak 22 unit single seat F-16N dan 4 unit two-seat TF-16N trainer dipesan oleh angkatan laut.
    US Navy adalah satu-satunya operator F-16 seri N, pesawat tersebut secara khusus dirancang untuk angkatan laut dan digunakan sebagai pesawat agressor dalam lingkungan combat yang berbeda. Pesawat memiliki yang kuat dan meskipun turunan dari C/D, pesawat tersebut telah memiliki radar APG-66 yang telah diinstal.

    Pesawat F-16 N mengambil dasar F-16 Block 30 dan semuanya dibangun selama tahun 1987/1988. Pesawat tersebut digunakan hanya untuk satu hal saja, yaitu Dissimilar Air Combat Training mission. Pesawat yang dibangun lebih ringan dan lebih kuat untuk mengatasi high-G load (beban tinggi G) secara terus menerus yang terkait dengan air combat manoeuvring (manuver pertempuran udara). Untuk menghemat berat, pesawat tersebut dilengkapi dengan radar APG-66 yang kurang mumpuni, tetapi lebih ringan dari F-16 A/B sebelumnya. M61 A1 internal gun telah dihilangkan, dan semua external store dihilangkan juga. Semua F-16 N menggunakan engine General Electric F110-GE-100. TF-16 N identik dengan F-16 N kecuali adanya second seat.

    Pengiriman F-16 N ke angkatan laut dimulai pada awal tahun 1987 dan berakhir pada bulan Mei 1988. Pada bulan April 1987, VF-126 Bandit yang berbasis di NAS Miramar mencapai IOC dengan 6 unit pesawat, 3 unit lainnya diikuti oleh VF-45 Blackbird dari NAS Key West, VF-43 Challenger dari NAS Oceana, dan Navy Fighter Weapon School di NAS Miramar. Yang terakhir ini dioperasikan oleh "Marines" untuk mewakili USMC dalam program adversary.
    Terlepas dari fakta bahwa (T) F-16N yang diperkuat, pesawat tersebut mengalami metal fatigue (kelelahan logam) sebelum berakhirnya masa hidup operasional mereka. Hal ini mengakibatkan penarikan pesawat tersbut dari pelayanan. Pada tahun 1991, angkatan laut meniadakan armada F-16 nya untuk sementara. Misi adversary training lebih banyak digeserkan pada F-14 dan F-18. Akhirnya, pada tahun 1994 US Navy mengumumkan pensiunan armada (T)F-16N, F-16 N yang terakhir tiba di Davis-Monthan AFB pada bulan Januari 1995.
    Setelah penarikan (T)F-16N, angkatan laut kekurangan pesawat agresor yang mempunyai kinerja tinggi, dan keputusan tersebut dibuat untuk memperkenalkan kembali F-16. 14 unit airframe F-16 dipesan oleh Pakistan pada awal tahun 1990-an, tetapi tidak pernah dikirimkan kenegara tersebut karena adanya embargo senjata, pesawat tersebut akhirnya diambil dari penyimpanan dan dikirimkan ke angkatan laut. Sejak pesawat tersebut dikirimkan ke AMARC langsung dari production line, airframe pesawat tersebut memiliki kehidupan operasional yang sangat rendah yang membuat pesawat tersebut digunakan sebagai pesawat agressor. Pesawat ini juga merupakan Block 15 terakhir yang pernah dibangun, dan pesawat F-16 A/B yang lebih canggih yang disimpan di AMARC dan kemudian pesawat tersebut dialihkan untuk USAF.

Modifications and Armament

    Armament

    F-16 N dioptimalkan untuk melakukan DACT. Dan pesawat tersebut hanya membawa persenjataan ACMI pod dibawah engine intake. 

    Avionics 

    Berbeda dengan model C/D, pesawat ini dilengkapi dengan radar AN/APG-66, tujuan utamanya untuk menghemat berat. Pesawat (T) F-16N dilengkapi dengan ALR-69 radar warning receiver, dan bukan ALR-56M yang ada di F-16 USAF, dan juga dilengkapi dengan ALE-40 chaff/flare dispenser. 

    Arrester hook 

    Perlu dicatat, bahwa meskipun F-16 N US Navy memiliki standard runway arrestor hook fitted, namun tidak dapat mendarat dikapal induk. F-16 dan landing gear (roda pendaratan) pada khususnya tidak hanya dirancang untuk menyerap benturan energi yang tinggi yang terkait dengan carrier landing(pendaratan di kapal induk). Arrestor hook hanya digunakan dalam keadaan darurat, misalnya untuk mencegah runway overruns (kelebihan ketika melandas).
F-16V
    F-16V adalah evolusi terbaru F-16. Memanfaatkan 40 tahun pengalaman, F-16V mencakup peningkatan seperti Radar AESA, arsitektur canggih, layar pusat baru dan terbaru dalam persenjataan. Hal ini meningkatkan kewaspadaan pilot dan meningkatkan kemampuan operasional pelanggan. F-16V adalah pilihan untuk jet produksi baru dan armada upgrade saat ini. Pemerintah Taiwan memilih konfigurasi F-16V untuk 145 unit pesawat F-16 A / B Blok 20.

Ciri-ciri umum F-16 Fighting Falcon
  • Kru: 1
  • Panjang: 49 ft 5 in (15.06 m)
  • Rentang sayap: 32 ft 8 in (9.96 m)
  • Tinggi: 16 ft (4.88 m)
  • Luas sayap: 300 ft² (27.87 m²)
  • Airfoil: NACA 64A204 root and tip
  • Berat kosong: 18,900 lb (8,570 kg)
  • Berat isi: 26,500 lb (12,000 kg)
  • Berat maksimum saat lepas landas: 42,300 lb (19,200 kg)
  • Mesin: 1 × F110-GE-100 afterburning turbofan
    • Take off non after burner: 17,155 lbf (76.3 Templat:Newton (unit))
    • Take off dengan After burner: 28,600 lbf (127 kN)

Kinerja
  • Kecepatan maksimum:
    • At sea level (di atas permukaan air): Mach 1.2 (915 mph, 1,470 km/h)
    • At altitude (pada ketinggian): Mach 2+ (1,500 mph, 2,410 km/h) clean configuration
  • Radius tempur: 340 mi (295 nmi, 550 km) on a hi-lo-hi mission with four 1,000 lb (450 kg) bombs
  • Jangkauan feri: 2,280 NM (2,620 mi, 4,220 km) with drop tanks
  • Langit-langit batas: 50,000+ ft (15,240+ m)
  • Kecepatan menanjak: 50,000 ft/min (254 m/s)
  • Beban sayap: 88.3 lb/ft² (431 kg/m²)
  • Thrust weight ratio: 1.095

Persenjataan
  • Gun: 1× 20 mm (0.787 in) M61 Vulcan 6-barreled gatling cannon, 511 rounds
  • Hardpoints: 2× wing-tip Air-to-air missile launch rails, 6× under-wing & 3× under-fuselage pylon stations holding up to 17,000 lb (7,700 kg) of payload
  • Rocket:
    • 4× LAU-61/LAU-68 rocket pods (each with 19× /7× Hydra 70 mm rockets, respectively) or
    • 4× LAU-5003 rocket pods (each with 19× CRV7 70 mm rockets) or
    • 4× LAU-10 rocket pods (each with 4× Zuni 127 mm rockets)
  • Missile (Rudal):
    • Air-to-air missiles (rudal udara - udara):
      • 2× AIM-7 Sparrow or
      • 6× AIM-9 Sidewinder or
      • 6× IRIS-T or
      • 6× AIM-120 AMRAAM or
      • 6× Python-4
    • Air-to-ground missiles (rudal udara - darat):
      • 6× AGM-45 Shrike or
      • 6× AGM-65 Maverick or
      • 4× AGM-88 HARM
    • Anti-ship missiles (rudal anti kapal):
      • 2× AGM-84 Harpoon or
      • 4× AGM-119 Penguin
  • Bomb:
    • 8× CBU-87 Combined Effects Munition
    • 8× CBU-89 Gator mine
    • 8× CBU-97 Sensor Fuzed Weapon
    • Wind Corrected Munitions Dispenser capable
    • 4× GBU-10 Paveway II
    • 6× GBU-12 Paveway II
    • 4× JDAM
    • 4× Mark 84 general-purpose bombs
    • 8× Mark 83 GP bombs
    • 12× Mark 82 GP bombs
    • 8× Small Diameter Bomb
    • 3× B61 nuclear bomb
  • Lain-lain:
    • SUU-42A/A Flares/Infrared decoys dispenser pod and chaff pod or
    • AN/ALQ-131 & AN/ALQ-184 ECM pods or
    • LANTIRN, Lockheed Martin Sniper XR & LITENING targeting pods or
    • up to 3× 300/330/370 US gallon Sargent Fletcher drop tanks for ferry flight/extended range/loitering time.

Avionik
  • AN/APG-68 radar
  • MIL-STD-1553 bus

Daftar negara di dunia pengguna F-16
    Amerika Serikat
    United States Air Force: F-16B blok 15 dan 20, F-16A blok 20, F-16C dan F-16D blok 25, 30, 32, 40, 50, dan 52)
    Air Force Reserve Command (F-16C dan F-16D blok 25. 30. 40. dan 42)
    Air National Guard (F-16C dan F-16D blok 25, 30, 40, 42, 50, dan 52)
    US Navy (NF-16D VISTA/MATV blok 30, QF-16, F-16A OCU dan F-16B OCU blok 15)
    Bahrain
    (Royal Bahrain Air Force: F-16C dan F-16D)
    Belanda
    (Royal Netherlands Air Force: F-16AM dan F-16BM)
    Belgia
    (Belgian Defence Air Component: F-16AM dan F-16BM)
    Chile
    (Chilean Air Force: F-16AM, F-16BM, F-16C dan F-16D dari blok 50M)
    Denmark
    (Royal Danish Air Force: F-16AM dan F-16BM)
    Indonesia
    (TNI AU, F-16A OCU dan F-16B OCU)
    Israel
    (Israel Air and Space Force: F-16A Netz, F-16B Netz, F-16C Barak, dan F-16D Barak dari blok 30 dan 40), dan F-16I Soufa)
    Korea Selatan
    (Republik of Korea Air Force: KF-16C dan KF16D dari blok 52, F-16C dan F-16D blok 32)
    Mesir
    (Arab Republik of Egypt Air Force: F-16A dan F-16B blok 15, F-16C dan F-16D blok 32,40, dan 52+)
    Maroko
    (Moroccan Royal Air Force: F-16C dan F-16D dari blok 52)
    Norwegia
    (Royal Norwegian Air Force: F-16AM dan F-16BM)
    Kerajaan Oman
    (Royal Oman Air Force: F-16C dan F-16D)
    Pakistan
    (Pakistan Air Force: F-16A OCU dan F-16B OCU blok 15, F-16AM, F-16BM, F-16C, dan F-16D blok 52M)
    Polandia
    (Polish Air Force: F-16C dan F-16D blok 52+)
    Portugal
    (Portuguese Air Force: F-16AM dan F-16BM)
    Singapura
    (Republik of Singapore Air Force: F-16C dan F-16D blok 52)
    Taiwan
    (Republik of Taiwan Air Force: F-16A dan F-16B blok 20)
    Thailand
    (Royal Thai Air Force: F-16A ADF dan F-16B ADF blok 15, F-16A OCU dan F-16B OCU blok 15, dan F-16AM)
    Turki
    (Turkish Air Force: F-16C dan F-16D blok 30, 40, 50, 50M)
    Yordania
    (Royal Jordanian Air Force: F-16A ADF, F-16B ADF blok 15, F-15AM dan F-16BM)
    Uni Emirat Arab
    (United Arab Emirates Air Force and Defence: F-16E Desert Falcon dan F-16F Desert Falcon blok 60)
    Yunani
    (Hellenic Air Force: F-16C dan F-16D blok 30, 50, 52, 52+)
    Venezuela
    (Venezuelan Military Aviation: F-16A dan F-16B blok 15)
TNI AU memiliki enam F-16 block 15 OCUTNI AU memperoleh lagi dua puluh empat F-16 block 32+ yang berasal dari hibah F-16 block 25.

Dari sisi avionik, kemampuan F-16 C/D Blok 25 Upgrade itu telah mengalami peningkatan kemampuan yang signifikan. Modifikasi dan peningkatan itu diantaranya adalah pemasangan Modular Mission Computer, Digital Video Recorder, IDM, dan lainnya. Di kokpit sejumlah sentuhan modernisasi juga dilakukan. Diantaranya pemasangan Common Color Multifunction Display, NVIS cockpit dan lainnya.

Sumber resmi TNI AU juga menyebutkan bahwa perangkat Modular Mission Computer yang digunakan adalah MMC- 7000A versi M-5 standar block 52+ sebagai “otak dan syaraf” pesawat yang jauh lebih besar dan cepat kemampuannya dari sistem lama sehingga kemampuan avionik pesawat menjadi setara dengan F-16 block 50/52. Pemasangan Improved Modem Data Link 16 canggih untuk komunikasi data disamping Embedded GPS/INS (EGI) block-52 yang menggabungkan fungsi GPS dan INS (Innertial Navigation System) untuk penembakan JDAM (Bomb GPS). Ditambah peralatan perang elektronika yaitu Electronic Warfare Management System AN/ALQ-213, Radar Warning Receiver ALR-69 Class IV serta Countermeasures Dispenser Set ALE-47 untuk melepaskan Chaffs/Flares anti radar/ anti rudal.

Namun demikian untuk radar tampaknya masih menggunakan standar block 25 yaitu APG-68 (V). Padahal seharusnya F-16 Block 52 baru menggunakan radar APG-68 (V) 5, bahkan di Block 52+ sudah menggunakan radar APG-68 (V) 9 seperti F-16 Singapura. Untuk urusan mesin pesawat tampaknya juga masih menggunakan mesin F100-PW-220/E yang merupakan mesin standar block 25.

Persenjataan Untuk F-16 Block 52ID


Pesawat tempur teranyar F-16 Block 52ID milik TNI AU ini sejatinya memiliki kemampuan yang cukup mematikan karena pesawat ini mampu membawa beragam senjata berupa rudal air to air, air to ground, anti kapal permukaan dan anti radar. Untuk urusan perang udara (air superiority) pesawat tempur ini bisa membawa senjata AIM-120 C (AMRAAM), AIM-9 Sidewinder versi P/L/M/X dan IRIS-T (NATO).

Selain itu, pesawat tempur ini juga pesawat dilengkapi kanon 20 mm, bomb standar MK 81/ 82/ 83/ 84, Laser Guided Bomb Paveway, JDAM (GPS Bomb), Bom anti runway Durandal, rudal AGM-65 Maverick K2, rudal AGM-84 Harpoon (anti kapal), dan rudal AGM-88 HARM (anti radar). Tidak ketinggalan, pesawat tempur ini juga dilengkapi navigation dan targeting pod canggih seperti Sniper/ Litening untuk operasi tempur malam hari serta mampu melaksanakan missi Supression Of Enemy Air Defence (SEAD) untuk menetralisir pertahanan udara musuh.

Namun untuk persenjataan ini, belum semua senjata dimiliki atau setidaknya direncanakan untuk dimiliki segera. Namun kabarnya sejumlah persenjataan juga diborong, meski dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Beberapa diantaranya adalah AIM-120 C7 AMRAAM, JDAM Kit, hingga JHMCS (joint helmet mounted cueing system). Akan tetapi khusus untuk pengadaan senjata ini masih menunggu persetujuan Pemerintah Amerika Serikat.